Senin, 23 November 2015

TENTANG HAK PATENT DI INEDONESIA Tinjauan Yuridis Tentang Hak Paten dan Perlindungannya di Indonesia Mahendra Ishak mahendraishak80@gmail.com BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi ini, sektor industri tentunya sangat berhubuingan erat dengan teknologi, sementara teknologi dipahami sebagai suatu produk budaya. Budaya itu sendiri adalah hasil karya manusia dalam adaptasinya dengan lingkungan. Dengan demikian teknologi tergantung pada manusia dan lingkungannya, karena itu teknologi bukanlah sesuatu yang universal, berlaku di semua tempat, apalagi sepanjang waktu. Dengan demikian teknologi sangat tergantung pada geografi atau wilayah (geography dependent) dan teknologi sangat tergantung pada pada waktu (time dependent) . Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk slama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Hak-Paten memberikan kepada pemiliknya hak ekslusif untuk mencegah atau menghentikan pihak lain untuk membuat, menggunakan, menawarkan untuk dijual, menjual atau mengimpor produk atau sebuah proses, berdasarkan temuan yang sudah dipatenkan, tanpa seizin pemilik paten. Paten merupakan “alat bisnis yang kuat” bagi perusahaan untuk memperoleh hak eksklusivitas atas produk atau proses yang baru, membentuk posisi dalam pasar dengan kuat dan menghasilkan pendapatan tambahan melalui lisensi. Sebuah produk yang bersifat kompleks (seperti sebuah kamera, telepon genggam, atau sebuah mobil) menggabungkan sejumlah temuan yang meliputi beberapa paten, yang mungkin saja dimiliki oleh pemegang paten yang berbeda. Sebuah paten diberikan oleh kantor paten di negara bersangkutan atau kantor paten regional untuk kelompok negara tertentu. Paten tersebut berlaku untuk jangka waktu yang terbatas, biasanya 20 tahun semenjak tanggal permintaan permohonan paten, jika biaya pemeliharaan hak atas paten tersebut, yang diharuskan selalu dibayar tepat pada waktunya. Sebuah paten merupakan hak teritorial, dibatasi oleh batasbatas gografis negara atau wilayah yang bersangkutan. Sebagai dampak dari hak eksklusif yang diberikan oleh sebuah paten, pemohon diwajibkan untuk mengumumkan temuannya tersebut kepada publik dengan cara memberikan deskripsi tertulis yang rinci, akurat, dan lengkap mengenai temuan tersebut, seperti yang tertulis dalam permohonan paten. Paten yang diberikan oleh beberapa negara didahului dengan diumumkan permohonan paten kepada publik melalui publikasi dalam jurnal resmi atau gazette. Pentingnya Paten bagi teknologi dan industri akan membawa dampak terhadap ekonomi suatu negara. Diawal tahun 1990-an bidang ekonomi khususnya perdagangan Internasional yang semula terdiri dari ekspor dan impor serta penanaman modal asing sekarang telah berkembang dalam bentuk perjanian lisensi antara pemegang Paten dan Penerima atau pembeli paten. Di satu sisi, teknologi itu mewakili suatu nilai tertentu, karena teknologi itu adalah suatu produk sosial budaya dari suatu masyarakat tertentu. Dengan demikian, teknologi yang masuk melalui alih teknologi membawa nilai-nilai baru, sehingga terjadi suatu proses transformasi nilai-nilai baru. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa di dalam teknologi tersimpan berbagai jenis Hak atas Kekayaan Intelektual salah satunya Paten yang dilindungi oleh Undang-Undang Paten Nomor 14 Tahun 2001. Di sisi lain, pemilihan teknologi bukanlah merupakan suatu masalah yang sederhana. Tenologi adalah merupakan faktor yang penting, mungkin dapat dikatakan tidak kalah pentingnya dengan bahan baku, modal, dan tenaga kerja. Teknologi dihasilkan oleh manusia, tetapi ternyata bahwa teknologi sebaliknya membentuk sifat-sifat manusia yang menyebabkan manusia menjadi sangat produktif. Bagi negara-negara berkembang, tidak tersedia alternatif lain untuk menapak menuju ke tingkat yang lebih baik selain menempuh modernisasi di segala sektor pembangunan. Dalam hal ini negara-negara tersebut secara sadar membuka diri untuk penanaman modal dari luar, yang dengan sendirinya berarti membawa masuk nilai-nilai bari dengan segala dampak positif dan negatifnya. Salah satu dampak positif yang diinginkan dari kegiatan investasi (capital flight) ini adalah alih tehnologi. Perjanjian lisensi adalah salah satu bentuk alih teknologi lainnya yang lazim dilakukan. Melalui perjanjian lisensi inilah dimungkinkan untuk mengalihkan paten dan technical know how. Mengenai paten Indonesia telah memiliki Undang-undang tentang Paten yaitu Nomor: 14 tahun 2001. Menurut Undang-Undang Paten pada dasarnya perjanjian lisensi ini hanyalah bersifat pemberian hak untuk menikmati manfaat ekonomi dari paten tersebut, dalam jagka waktu tertentu, dan dengan syarat tertentu. Mengingat BW di Indonesia menganut asas kebebasan berkontrak sebagaimana yang termaktub dalam pasal 1338 ayat(1). Dengan asas kebebasan berkontrak ini, maka setiap subyek hukum dapat mengadakan perjanjian apa saja asal perjanjian tersebut memenuhi persyaratan sahnya suatu perjanjian yang tercantum pada pasal 1320 BW. Asas kebebasan berkontrak ini melarang adanya campur tangan dari negara terhadap perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Beranjak dari hal tersebut, maka perjanjianperjanjian mengenai alih teknologi pun tidak boleh adanya campurtangan dari negara atau pemerintah. Oleh karena itu dalam perjanjian–perjanjian kontrak alih teknologi harus tunduk pada hukum perjanjian yang berlaku. Ketentuan-ketentuan umum tentang perjanjian yang diatur dalam Buku III Burgelijk Wetboek Indonesia (Titel I sampai dengan Titel IV) berlaku juga untuk perjanjian-perjanjian yang berkaitan dengan alih teknologi. Hal ini didasarkan pada ketentuan pasal 1319 BW. 15 R Subekti &Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta Hal ini menyebabkan pemerintah tidak dapat mengontrol setiap isi perjanjian-perjanjian atau kontrak mengenai alih teknologi. Pemerintah tidak akan mengetahui ,bahwa benarbenar telah terjadi alih teknologi ataukah hanya sekedar mobilitas teknologi, apakah yang diperjanjikan untuk dialihkan apakah teknologi yang diperoleh itu benar-benar relevan bagi pembangunan nasional , karena pemerintah tidak dapat atau tidak mungkin mengontrol setiap perjanjian alih tekologi itu. Oleh karena itu ada baiknya pemerintah membuat atau membentuk pemantau alih teknologi yakni yang mengawasi dan memberikan informasi kepada masyarakat tentang paten-paten yang masih berlaku dan sudah tidak dilindungi atau menjadi public domain, karena saat ini dalam undang-undang paten yang baru Nomor 14 tahun 2001, mencantumkan bahwa perjanjian lisensi wajib didaftarkan pada Kantor Paten dan dicatat dalam Daftar Umum Paten. Dalam rangka mendapatkan paten, suatu penemuan harus memenuhi syarat substantif tertentu, yaitu kebaruan (novelty), bisa dipraktekkan dalam industri (industrial applicability) mempunyai nilai langkah inventif (inventive step), juga memenuhi syarat formal. Penentuan bahwa suatu penemuan yang dimintakan paten dapat diberi atau tidak dapat diberi paten dilakukan antara lain dengan mempertimbangkan: (1) kebaruan penemuan (novelty); (2) langkah inventif yang terkandung dalam penemuan (inventive step); (3) dapat atau tidaknya penemuan diterapkan atau digunakan dalam industri (industrial applicable); (4) penemuan yang bersangkutan tidak termasuk dalam kelompok penemuan yang tidak dapat diberikan paten; (5) penemu atau orang yang menerima lebih lanjut hak penemu berhak atas paten bagi penemuan tersebut; dan (6) penemuan tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum serta kesusilaan. Jadi pada hakikatnya, sebuah penemuan dapat dikatakan Patentable bila memenuhi ketiga syarat substantif tersebut, yaitu novelty, dapat diterapkan dalam industri, dan mengandung langkah inventif. Dari fenomena yang ada, banyak perusahaan memberikan label pada produk mereka dengan menempeli produk tersebut dengan kata-kata “patent pending” atau “Patent Applied for”, kadang-kadang diikuti dengan nomor permohonan paten. Sama juga halnya dengan jika paten sudah diberikan, sudah merupakan hal yang biasa bagi setiap perusahaan menempatkan sebuah pemberitahuan yang mengindikasikan bahwa produk tersebut sudah dipatenkan, kadang-kadang nomor paten juga dimasukkan. Sebenarnya hal-hal seperti ini tidak memberikan dampak perlindungan hukum terhadap adanya pelanggaran atas produk tersebut, tetapi hanya berfungsi sebagai peringatan bagi pihak lain agar tidak meniru produk tersebut secara keseluruhan atau dengan fitur inovatif lainnya. Untuk itu suatu perlindungan hukum atas suatu paten sangat diperlukan melalui berbagai Undang-Undang, khususnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten, hukum perdata maupun seperangkat peraturan hukum lain. Paten sebagai konstruksi hukum memberikan perlindungan hukum bagi penemuan yang memenuhi persyaratan paten, yaitu: unsur kebaruan dari penemuan; langkah inventif yang terkandung dalam penemuan; serta dapat atau tidaknya penemuan diterapkan dalam industri. Untuk menciptakan kepastian hukum dan keadilan, hakim harus memperhatikan spesifikasi paten (dalam klaim) dan kebaruan penemuan tersebut di seluruh dunia, juga function-way-result test, terutama dalam kasus ini. Dalam pengajuan paten diwajibkan untuk mengungkapkan secara tepat unsur-unsur dari penemuan yang dimintakan perlindungan. Dengan demikian, dalam aplikasi hendaklah tertulis deskripsi tentang esensi dari penemuan. Ruang lingkup atau luasnya perlindungan paten tergantung pada klaim, klaim menunjukkan inti dari penemuan, sehingga untuk menilai pelanggaran paten tergantung pada interpretasi klaim, filing date, state of the art dan cakupan klaim paten terdahulu (prior art). Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengambil judul paper “Hak Paten Ditinjau Dari Aspek Hukum”. 1.2. Perumusan Masalah Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk slama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Sebagai relevansi dari hak istimewa (hak ekslusif) yang dimiliki oleh suatu paten, maka diperlukan seperangkat hukum yang mengatur tentang syarat/prosedur permohonan paten, invensi yang dapat dipatentkan dan tidak dapat dipatenkan, kegunaan dari suatu invensi yang dpaat dipatenkan, jangka waktu berlakunya hak paten atas suatu karya cipta (invensi), dan perlindungan hukum terhadap hak paten. Berdasarkan aspek-aspek yang terkait dengan hak paten tersebut, maka dapat dirumuskan masalah pokok yang akan diangkat ke dalam penulisan paper ini adalah sebagai berikut: 1) Bagaimana syarat dan prosedur permohonan paten, 2) Apa saja invensi yang dapat dipatentkan dan tidak dapat dipatenkan? 3) Apa saja kegunaan dari suatu invensi yang memperoleh paten? 4) Bagaimana jangka waktu berlakunya hak paten atas suatu karya cipta (invensi)? 5) Bagaimana perlindungan hukum terhadap hak paten? BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1. Pengertian Karya Cipta (Invensi) Invensi atau karya cipta merupakan suatu penciptaan dan sebagai suatu wujud nyata dari suatu ciptaan, yang mengandung makna dapat dibaca, didengar, atau dilihat sesuai dengan bentuk ciptaannya. Menurut UU Paten Pasal 1 angka 2 invensi adalah ide dari inventor yang dituangkan kedalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan terhadap suatu produk ataupun proses. Invensi merupakan ide yang lahir dari proses intelektualitas inventor yang membuahkan hasil dalam bentuk benda materil yang dapat diterapkan dalam proses industri. Invensi adalah suatu ciptaan atau perancangan baru yang belum ada sebelumnya yang memperkaya khazanah serta dapat dipergunakan untuk menyempurnakan atau memperbarui ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada. . Dari ketentuan Pasal 6 UU Paten, diketahui bahwa paten sederhana diperuntukkan bagi invensi yang berbentuk produk atau alat yang sederhana dan memiliki nilai praktis dari pada invensi sebelumnya. 2.2. Definisi Hak Paten Menurut istilah atau term, paten berasal dari kata Latin auctor yang berarti dibuka, bahwa sauatu penemuan yang mendapatkan paten menjadi terbuka untuk diketahui oleh umum. Pengerin terbuka tersebut bukan berarti bahwa setiap orang bisa mempraktikan penemuan tersebut untuk diketahui oleh umum. Dengan terbuka tersebut tidak berarti setiap orang bisa mempraktikan penemuan bisa didayagunakan oleh orang lain. Baru setelah habis masa perlindungan patennya penemuan tersebut menjadi milik umum (public domain), pada saat inilah benar-benar terbuka. Dengan terbukanya suatu penemuan yang baru, memberi informasi yang diperlukan bagi pengembangan teknologi selanjutnya berdasarkan penemuan tersebut dan untuk memberi petunjuk kepada mereka yang berminat dalam mengeksploitasi penemuan itu. Istilah "paten" sering kita dengar banyak dipakai oleh masyarakat luas; dan bahkan tak jarang disalah-pahami sebagai padanan dari istilah "hak kekayaan intelektual" itu sendiri. Namun sesungguhnya, paten hanyalah salah-satu dari sekian banyak bentuk perlindungan HKI. Paten adalah perlindungan HKI bagi karya intelektual yang bersifat teknologi, atau dikenal juga dengan istilah invensi, dan mengandung pemecahan/solusi teknis terhadap masalah yang terdapat pada teknologi yang telah ada sebelumnya. Sebagai contoh, paku kecil temuan Levi Strauss untuk dipasang di ujung-ujung saku celana jeans, misalnya, yang kemudian dianugerahi hak paten di Amerika Serikat tahun 1873, mengandung solusi teknis terhadap persoalan mudah lepas/sobeknya jahitan saku celana berbahan denim ketika itu, mengingat pemakaian luar ruangan dengan intensitas yang cukup tinggi. Invensi paten dapat berupa produk ataupun proses. Contohnya pembakaran pada mesin kendaraan bermotor yang bertujuan untuk menghasilkan emisi gas buang yang lebih ramah lingkungan. Baik metode dan proses bagaimana pembakaran tersebut dilakukan, dan mesin yang menerapkan metode dan proses pembakaran itu, keduanya dapat dipatenkan masing-masing sebagai paten proses dan paten produk . Pengertian Paten menurut Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001, Paten ialah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk slama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa paten adalah hak istimewa (eksklusif) yang diberikan kepada seorang penemu (inventor) atas hasil penemuan (invention) yang dilakukan di bidang teknologi, baik yang berbentuk produk atau proses saja, Atas dasar hak istimewa tersebut, orang lain dilarang untuk mendayagunakan hasil penemuannya terkecuali atas izinnya atau penemu sendiri melaksanakan hasil penemuannya. Hak istimewa ini diberikan untuk jangka waktu tertentu, setelah itu hasil penemuannya menjadi milik umum. Dengan demikian setiap hasil penemuan yang telah dipatenkan,penemuannya atau mendayagaunakan hasil temuannya tersebut. Paten tersebut diberikan atas dasar permohonan. Dengan hak monopoli tersebut penemu paten diwajibkan melaksanakan paten tersebut, yang berarti jika yang bersangkutan tidak melaksanakannya, patennya dicabut. Dengan demikian, masyarakat dapat menikmati hasil penemuan itu. Bagi penemu hak monopoli ini dapat dianggap sebagai suatu penghargaan bagi ide intelektualnya. 2.3. Jenis-Jenis Paten Terdapat dua macam paten yang terdapat dalam UU Paten yaitu: 1) Paten biasa. Paten biasa adalah Paten yang diberikan Negara kepada investor atas invensinya dibidang teknologi. Dalam paten biasa objek patennya bukan hanya produk saja, tetapi juga proses. Produk adalah suatu bentuk yang dihasilkan dari suatu proses, sedangkan proses adalah suatu tahapan dalam menghasilkan suatu produk. 2) Paten sederhana Paten sederhana adalah paten yang diberikan oleh Negara terhadap suatu invensi berupa produk atau alat yang baru dan mempunyai kegunaan praktis disebabkan karena: (1) Bentuk (2) Konfigurasi (3) Konstruksi, atau komponennya dapat memperoleh perlindungan hukum dalam bentuk sederhana. Indonesia hanya mengenal 2 jenis paten berdasarkan ketentuan perundang-undangannya yaitu: 1) Jenis paten biasa 2) Jenis paten sederhana. Dalam segi permohonannya, terdapat perbedaan dalam segi perolehan paten biasa dan paten sederhana, adapun perbedaan perolehan tersebut antara lain: (1) Permohonan pemeriksaan subtantif atas paten sederhana dapat dilakukan bersamaan pengajuan permohonan atau paling lama enam bulan terhitung sejak tanggal penerimaan. (2) Dalam memeriksa pemeriksaan subtantif Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Direkturat Jenderal (Ditjen) HKI) hanya memeriksa kebaharuan saja, yaitu dengan melihat tanggal penerimaan invensi yang dipatenkan dengan teknologi yang sebelumnya telah dipatenkan. Sesuai dengan Pasal 3 UU Paten. 2.4. Penggolongan Paten Menurut Jenisnya Adapun penggolongan paten lainnya yang semata-mata untuk memudahkan pengaturannya, adapun jenis-jenis paten adalah: 1) Paten yang berdiri sendiri, yaitu suatu paten atas suatu karya cipta atau invensi yang tidak bergantung pada paten lain. 2) Paten yang terkait dengan paten lainnya (dependent patent). Keterkaitan ini bisa terjadi bila ada hubungan lisensi biasa maupun lisensi wajib dengan paten yang lainnya dan paten tersebut dalam bisang yang berlainan. Sedangkan bila kedua paten tersebut dalam bidang yang sama, penyelesaiannya diusahakan dengan saling memberikan lisensi atau lisensi timbale balik (cross lisence) 3) Paten tambahan atau paten perbaikan. Patenini merupakan suatu tambahan atau suatu perbaikan dari paten sebelumnya, atau tambahan dari penemuan yang asli. 4) Paten impor atau paten konfirnmasi atau paten revalidasi paten ini bersifat khusus karena dikenal di luar negeri. 2.5. Prinsip-prinsip Umum Dalam Undang-Undang Paten Prinsip-prinsip umum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Paten antara lain mencakup: (1) asas teritorial, (2) paten diberikan atas dasar permohonan (di Indonesia dengan first to file system); (3) kewajiban mengungkapkan penemuan (disclosure clause) dan (4) jangka waktu perlindungan. Dihubungkan dengan patentablility invention dan pemenuhan syarat tersebut, sebenarnya syarat kebaruan (novelty) dapat ditentukan berdasarkan pembatasan-pembatasan tertentu, misalnya daerah (territory), kapan penemuan itu diketahui, dan cara pengumuman penemuan itu kepada masyarakat. Syarat kebaruan (novelty), yaitu bahwa penemuan yang dimintakan paten tidak boleh lebih dahulu diungkapkan di manapun dan dengan cara apapun, syarat unsur kebaruan dapat bersifat mutlak atau relative. Kebaruan yang bersifat mutlak disebut world wide novelty, sedangkan kebaruan yang bersifat relative disebut sebagai bentuk novelty lokal atau national novelty, Adapun prinsip-prinsip dasar paten yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 20011 dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Paten merupakan hak eksklusif Sesuai dengan definisi paten pada undang-undang Nomor 14 tahun 2001 bahwa paten merupakan hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada penemu selama jangka waktu tertentu, maka hak paten dipegang oleh penemu (yang menjadi pemegang paten) sehingga seseorang atau pihak lain tidak boleh melakukan sesuatu atas penemuan yang dipatenkan tersebut tanpa seizing pemegang paten.Hak paten dengan demikian menjadi eksklusif. Karena hak khusus ini pula pada awalnya paten-seperti halnya hak cipta- sering dianggap sebagai bagian dari paham individualisme. 2. Paten diberikan negara berdasarkan permintaan Permintaan paten diajukan oleh penemu atau calon pemegang paten berupa permintaan pendaftaran ke kantor paten. Bila tidak ada permintaan maka tidak ada paten. Hanya penemu atau yang menerima lebih lanjut hak penemu yang berhak memperoleh paten. 3. Paten diberikan untuk satu penemuan Setiap permintaan paten hanya untuk satu penemuan atau tepatnya satu penemuan tidak dapat dimintakan l;ebih dari satu paten. 4. Penemuan harus baru, langkah inventif, dan dapat diterapkan dalam industri. Penemuan tersebut dapat berupa proses maupun produk yang dipatenkan 5. Paten dapat dialihkan; sperti halnya hak cipta dan hak milik perseorangan lainnya, paten juga dapat dialihkan kepada orang atau pihak lain, yang menurut Pasal 66 Undang-Undang nomor 14 tahun 2001 paten dapat beralih untuk selruhnya ataupun sebagian. Pengalihan itu misalnya karena: a. Pewarisan, hibah, wasiat;pengalihan yang berlangsung untuk seluruhnya harus disertai dengan dokumen paten serta hak-hak lain yang berkaitan dengfan paten itu b. Perjanjianl; harus dibuat dalam bentuk akta Notaris. c. Karena sebab-sebab lain yang ditentukan oleh undang-undang. 6. Paten dapat dibatalkan dan dapat batal demi hukum Paten yang telah diberikan terhadap suatu penemuan dapat dibatalkan berdasarkan pengajuan gugatan, baik oleh pihak-pihak tertentu lain melalui opengadilan niaga maupun oleh pihak-pihak tertentu karena hal-hal tertentu, seprti yang diatur dalam pasal 91 Undang-Undang No 14 Tahun 2001. Selain itu paten dapat dinyatakan batal demi hukum oleh kantor paten apabila pemegang paten tidak memenuhi kewajibannya membayar biaya-biaya tahunan dalam jangka waktu yang telah ditentukan (pasal 88 Undang-Undang No 14 Tahun 2001). 7. Paten berkaitan dengan kepentingan umum. Pasal 75 Undang-Undang No 14 tahun 2001 menentukan bahwa apabila: a. Pemegang paten tidak melaksanakan paten (baca penemuan yang diberi paten) tersebut atau tidak dalam hal sewajarnya selama 36 (tiga puluh enam) bulan sejak tanggal pemberian paten (jo pasal 17 ayat 1 Undang-undang No 14 Tahun 2001 yang menentukan bahwa pemegang paten wajib membuat produk atau menggunakan proses yang diberikan opaten di wilayah Indonesia). b. Apabila paten telah dilaksanakan di Indonesia oleh pemegang paten atau pemegang lisensi dalam hal lisensi wajib tetapi dalam bentuk dan dengan cara yang merugikan kepentingan masyarakat, maka akan diberikan sanksi berupa pemberian lisensi wajib kepada orang/phak lain untuk melaksanakan paten tersebut. 8. Paten mensyaratkan kewajiban umum bagi pemegang paten. Dari isi pasal 17 ayat 1 Undang-Undang No 14 Tahun 2001 diatas, terlihat jelas bahwa pemegang paten juga mempunyai kewajiban hukum selain tentunya hak. 9. Paten berkaitan dengan kepentingan nasional Untuk itu negara mempunyai peran yang luas dan penting dalam mengatur paten, salah satu satunya melalui peraturan perundang-undangan. Pasal 17 Undang-Undang No 14 tahun 2001 mengenai hak pemegang paten untuk melaksanakan paten sesungguhnya dapat dilihat dari dua sudut kepentingan, yaitu hak pemegang paten itu sendiri dan kepentingan nasional atau pemerintah sebagai pembuat peraturan. Pasal 71 Undang-Undang No 14 Tahun 2001 memuat ketentuan mengenai pelarangan pencantuman atau pemuatan dalam suatu perjanjian paten hal-hal yang dapat merugikan kepenrtingan nasional atau membatasi kemampuan Indonesia untuk menguasai.   BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN 3.1. Syarat dan Prosedur Permohonan Paten Mengenai proses permohonan pendaftaran paten ini dimulai dengan mengajukan permohonan paten. Pasal 20 UU Paten menyatakan bahwa paten diberikan atas dasar permohonan dan Pasal 21 UU Paten menyatakan bahwa setiap permohonan hanya dapat diajukan untuk satu Invensi atau beberapa invensi yang merupakan satu kesatuan Invensi. Dari ketentuan Pasal 20 dan 21 UU Paten ini, jelas ditentukan bahwa pemberian paten didasarkan pada permohonan yang diajukan oleh inventor atau kuasanya. Artinya, tanpa adanya permohonan seseorang paten tidak akan diberikan. Permohonan paten dimaksud hanya dapat diajukan baik untuk satu Invensi atau beberapa Invensi yang merupakan satu kesatuan dan saling berkaitan erat. Pada dasarnya, permohonan paten harus diajukan oleh inventor dan disertai dengan membayar biaya permohonan kepada Direkturat Jenderal (Ditjen)d HKI. Dalam hal permohonan tidak diajukan oleh Inventor atau diajukan oleh pemohon yang bukan Inventor, menurut Pasal 23 UU Paten permohonan tersebut harus disertai pernyataan yang dilengkapi bukti yang cukup bahwa ia berhak atas Invensi yang bersangkutan dan inventor dapat meneliti surat permohonan dimaksud dan atas biayanya sendiri dapat meminta salinan dokumen permohonan tersebut. Terdapat dua sistem permohonan pendaftaran paten yang dikenal di dunia, yaitu sistem registrasi dan sistem ujian. Menurut sistem registrasi setiap permohonan permohonan pendaftaran paten diberi paten oleh kantor paten secara otomis. Spesifikasi dari permohonan tersebut hanya memuat uraian dan monopoli yang diminta dan tidak diberi penjelasan secara rinci. Karenanya batas-batas monopoli tidak dapat diketahui sampai pada saat timbul sengketa yang dikemukakan di sidang pengadilan yang untuk pertama kali akan menetapkan luasnya monopoli yang diperbolehkan. Itu pula sebabnya paten-paten yang terdaftar menurut sistem registrasi tanpa penyelidikan dan pemeriksaan lebih dahulu dianggap bernilai rendah atau paten-paten yang memiliki status lemah. Di Indonesia sendiri ketentuan tentang sistem permohonan pendaftaran paten semula merujuk pada Pengumuman Menteri Kehakiman tanggal 12 Agustus 1953 Nomor J. S. 5/41/4 (Berita Negara Nomor 53-69) tentang Permohonan paten.65 Adapun syarat-syarat permohonan permohonan pendaftaran menurut Pengumuman Menteri Kehakiman tersebut adalah: 1. Permohonan permohonan pendaftaran paten harus disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa si pemohon dengan disertai terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Surat permohonan harus ditandatangani oleh si pemohon sendiri dan harus disebut dalam surat itu nama, alamat dan kebangsaan pemohon. Syarat demikian harus dipenuhi pula apabila permohonan diajukan oleh seseorang yang bertindak bagi dan atas nama pemohon selaku kuasanya; 2. Surat permohonan harus disertai: a. Sebuah uraian dari ciptaan baru (maksudnya temuan baru dari pemohon yang dimintakan rangkap tiga. b. Jika perlu sebuah gambar atau lebih dan setiap gambar harus dibuat rangkap dua c. Surat kuasa, apabila permohonan diajukan oleh seorang kuasa; d. Surat pernyataan seorang kuasa yang bertempat tinggal di Indonesia; e. Biaya-biaya yang ditentukan; f. Keterangan tentang belum atau sudah dimintakannya hak paten di luar negeri atas permohonan yang diajukan itu dan kalau sudah dimintakannya, apakah sudah diberi hak paten di luar negeri negeri tersebut. Undang-Undang Paten menggunakan sistem konstitutif dengan sistem pemeriksaan berupa pemeriksaan yang ditunda. Hal ini dapat dilihat dari tahap-tahap pemeriksaan, yaitu pemeriksaan substansi dilakukan setelah dipenuhi syarat-syarat administratif. Adapun syarat-syarat administratif yang harus dipenuhi untuk mengajukan permintaan paten adalah: 1. Dalam pengajuan permohonan, diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direkturat Jenderal (Ditjen); 2. Format permohonan harus memuat: a. Tanggal, bulan, dan tahun permohonan; b. Alamat lengkap dan alamat jelas pemohon; c. Nama lengkap dan kewarganegaraan inventor; d. Nama dan alamat lengkap kuasa apabila permohonan diajukan melalui kuasa; e. Surat kuasa khusus, dalam hal permohonan diajukan oleh kuasa; f. Pernyataan permohonan untuk dapat diberi paten; g. Judul invensi; h. Klaim yang terkandung dalam invensi; i. Deskripsi tentang invensi yang secara lengkap memuat keterangan tentang cara melaksanakan invensi; j. Gambar yang disebutkan dalam deskripsi yang diperlukan untuk memperjelas invensi; dan k. Abstraksi invensi. Yang diatur secara menyeluruh pada UU Paten yaitu pada pasal yang ke 24. Selain syarat administrasi yang harus dipenuhi, terdapat juga beberapa syarat yang diatur dalam Pasal 2, 3 dan 5 UU Paten. Setelah syarat-syarat dalam Pasal 2, 3 dan 5 tersebut terpenuhi, kantor paten memberikan secara resmi surat paten untuk invensi yang bersangkutan kepada orang yang mengajukan permintaan paten Pasal 55 ayat 1 UU Paten. Setelah melalui tahapan pemeriksaan, Direkturat Jenderal (Ditjen) berkewajiban memberikan keputusan untuk menyetujui permintaan paten dan dengan demikian member paten atau menolaknya. Apabila berdasarkan pemeriksaan dihasilkan kesimpulan bahwa penemuan yang dimintakan paten dapat diberi paten, Direkturat Jenderal (Ditjen) memberikan Surat Paten kepada orang yang mengajukan permintaan paten. Begitu pula sebaliknya bila kesimpulannya tidak memenuhi syarat, maka permintaan ditolak dan penolakan harus dilakukan secara tertulis. Surat pemberitahuan yang berisikan penolakan permintaan paten harus dengan jelas mencantumkan pula alasan dan pertimbangan yang menjadi dasar penolakan. Direkturat Jenderal (Ditjen) memberikan secara resmi Surat Paten untuk penemuan yang permintaannya diterima kepada orang yang mengajukan permintaan paten atau kuasanya. Paten yang telah diberikan dicatat dalam Daftar Umum Paten dan diumumkan dalam Berita Resmi Paten. Begitu pula surat yang berisikan penolakan permintaan paten, dicatat dalam Buku Resmi Paten yang mencatat paten yang bersangkutan. Atas keputusan penolakan dapat dilakukan banding, yang diajukan kepada Komisi Banding Paten dengan tembusan kepada Direkturat Jenderal (Ditjen)d. Dengan demikian dapat diketahui bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, dalam rangka memperoleh paten maka suatu penemuan harus memenuhi syarat substantif tertentu, yaitu kebaruan (novelty), bisa dipraktekkan dalam perindustrian (industrial applicability), mempunyai nilai langkah inventif (inventive step/non obviousness), juga memenuhi syarat formal. 3.2. Invensi yang Dapat Dipatenkan dan Tidak Dapat Dipatenkan 3.2.1. Invensi yang Dapat Dipatenkan Untuk dapat mendapatkan paten (patentable), suatu invensi harus memenuhi persyaratan substantif, yaitu: 1) Baru/Kebaharuan (Novelty) Suatu invensi tidak boleh sudah diungkap/dipublikasikan dalam media manapun - paten/non paten, nasional/internasional - sebelum permohonan patennya diajukan dan memperoleh Tanggal Penerimaan. Jika suatu invensi diajukan permohonannya dan mendapat Tanggal Penerimaan tanggal 2 Januari 2014, maka publikasi tentang invensi tersebut tanggal 1 Januari 2014 akan menggagalkan invensi tersebut untuk mendapatkan paten karena tidak lagi baru; 2) Mengandung Langkah Inventif Paten hanya akan diberikan untuk invensi yang tidak dapat diduga, atau tidak obvious, bagi orang yang memiliki keahlian di bidang terkait (person skilled in the art). Sebagai contoh, jika masalah teknis yang dihadapi adalah tutup bolpen yang kerap hilang saat dilepas, maka sekadar menyambungkan tutup dan badan bolpen dengan seutas tali tidak akan dianggap mengandung langkah inventif. Tapi solusi berupa mata bolpen yang bisa masuk dan keluar dari bagian dalam badannya dengan menggunakan mekanisme pegas, mengandung suatu langkah inventif; 3) Dapat Diterapkan Secara Industri Suatu invensi harus dapat dilaksanakan berulang-ulang dengan tetap menghasilkan fungsi yang konsisten dan tidak berubah-ubah. Formula penangkal flu dengan komposisi air perasan sebuah jeruk nipis diaduk bersama satu sendok teh madu saja tidak bisa dikategorikan dapat diterapkan secara industri, melainkan harus diuraikan terlebih dahulu komposisi kimiawinya, karena antara jeruk nipis yang berbeda ukuran, varietas, atau asal tanam bisa saja menghasilkan efek atau khasiat yang berbeda. 3.2.2. Invensi yang Tidak Dapat Dipatenkan Suatu Invensi tidak dapat dipatenkan apabila: 1) Pengumuman, penggunaan ataupun pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, ketertiban umum, atau kesusilaan; misalnya invensi yang kegunaannya secara spesifik adalah untuk memakai narkoba; 2) Berupa metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan/atau pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan/atau hewan; misalnya metode operasi caesar, metode chemotherapy; 3) Teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika; sehingga rumus matematika sehebat apapun tidak bisa dipatenkan oleh siapapun; semua makhluk hidup, kecuali jasad renik; serta proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan, kecuali proses non-biologis atau proses mikrobiologis. Karena ada pengecualan paten terhadap mahluk hidup inilah maka perlindungan terhadap varietas tanaman baru hasil pemuliaan diselenggarakan tersendiri melalui Hak PVT. Perlu juga dicatat bahwa suatu ciptaan atau invensi tidak mencakup kreasi estetika (bisa dilindungi dengan Hak Cipta atau Desain Industri); skema; aturan dan metode untuk melakukan kegiatan mental, permainan, atau bisnis; aturan dan metode mengenai program komputer (software dilindungi dengan Hak Cipta); dan presentasi mengenai suatu informasi 3.3. Kegunaan dari Invensi yang Memperoleh Paten (Dipatenkan) Hak paten sebagai hak esklusif adalah hak yang dipergunakan oleh pemegang paten tersebut untuk melaksanakan serta melarang pihak lain untuk mempergunakan patennya tanpa adanya persetujuan dari pemegang paten. Adapun hak tersebut mengatur mengenai: 1. Pembuatan paten. Pemegang paten berhak atas pembuatan paten, dengan demikian pihak lain dilarang untuk membuat suatu objek yang telah dipatenkan tanpa ada persetujuan oleh pemegang patennya. 2. Penggunaan paten. Pihak lain tidak diperbolehkan menggunakan paten miilik orang lain, tanpa ada persetujuan dari pemilik paten, sebaliknya pemilik paten juga memiliki hak untuk membirikan izin ataupun melarang orang lain untuk mempergunakan patennya. 3. Penjualan paten Penjualan paten adalah bukan menjual hakdaripada paten tersebut, tapi menjual suatu objek yang telah dipatenkan orang lain tanpa persetujuan pemegang patennya. 4. Pengimporan paten Pengimporan paten adalah khususnya mengenai paten proses, yaitu menggunakan prosses yang di patenkan orang lain ke dalam wilayah pihak yang mempergunakan paten tersebut. 5. Penyewaan paten Pihak pemegang paten berhak untuk melarang dan melaksanakan kegiatan penyewaan objek yang dipatenkannya, sebaliknya pihak lain haruslah memintakan izin untuk melaksanakan penyewaan objek yang telah dipatenkan. Dikarenakan pada paten umumnya terdapat suatu hal yang dirahasiakan dan dapat dikatakan bagian dari rahasia dagang menurut Ahmad M Ramli Rahasia dagang didefenisikan sebagai informasi termasuk rumus, pola-pola, kompilasi, program, metoda, teknik, ataupun proses yang menghasilkan nilai ekonomis secara mandiri, nyata dan potensial. 6. Penyerahan paten. 7. Penyediaan paten untuk di serahkan produk yang diberi paten. 3.4. Jangka Waktu Berlakunya Hak Paten Mengenai jangka waktu berlakunya suatu paten atas invensi atau karya cipta maupu kreativitas yang diciptakan oleh inventor, hal ini diatur dalam pasal 9 dan 10 Undang-Undang Nomor 13 tahun 1997 tantang Paten. Pasal 9 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Paten mengatur bahwa: (1) Paten diberikan untuk jangka waktu selama 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak tanggal penerimaan Permintaan paten. (2) Tanggal mulai dan berakhirnya jangka waktu paten dicatat dalam Daftar Umum Paten dan diumumkan dalam Berita Resmi Paten. " Sedangkan Ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Paten mengatur sebagai berikut: “Paten sederbana diberikan untuk jangka waktu selama 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak tanggal diberikannya Surat Paten Sederhana. Berbeda dengan Undang-Undang Paten Nomor 13 Tahun 1997, Undang-Undang Paten Nomor 14 Tahun 2001 mengatur tentang jangka waktu berlakunya suatu Paten yang dinyatakan dalam Pasal 8 dan Pasal 9 sebagai berikut: Pasal 8 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten menyatakan: (1) Paten diberikan untuk jangka waktu selama 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak Tanggal Penerimaan dan jangka waktu itu tidak dapat diperpanjang. (2) Tanggal mulai dan berakhirnya jangka waktu Paten dicatat dan diumumkan. Sedangkan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten menyatakan: ”Paten Sederhana diberikan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak Tanggal Penerimaan dan jangka waktu itu tidak dapat diperpanjang. 3.5. Perlindungan Hukum Terhadap Hak Paten Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten, maka bentuk perlindungan hukum terhadap pemegang hak paten telah diatur dalam pasal 16, Pasal 17 dan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, yang antara lain menyatakan: 1) Pemegang paten khusus untuk melaksanakan paten yang dimilikinya dan melarang orang lain yang tanpa izin atau persetujuannya membuat, menjual, memakai, menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang telah diberi paten tersebut . 2) Paten di Indonesia dapat mencegah pembuatan invensi paten itu di negara lain. 3) Paten di Indonesia melarang impor dan penjualan produk dari luar negeri. Mengenai perlindungan terhadap hak paten di Indonesia, hal ini dinyatakan dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, bahwa Setiap Invensi berupa produk atau alat yang baru dan mempunyai nilai kegunaan praktis disebabkan oleh bentuk, konfigurasi, konstruksi, atau komponennya dapat memperoleh perlindungan hukum dalam bentuk Paten Sederhana. Paten menganut prinsip teritorial, yang artinya perlindungan paten hanya berlaku di negara di mana permohonan paten diajukan dan diberi. Untuk memperoleh perlindungan paten di wilayah hukum Indonesia, maka sang inventor harus mengajukan permohonan paten di Indonesia, dalam hal ini ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (DJHKI). Di sisi lain inventor yang hanya mematenkan invensinya di Indonesia, tidak memiliki hak paten di negara lain. Di sisi lain, hal ini berarti kita bebas untuk memanfaatkan invensi yang dipatenkan di luar negeri namun tidak di Indonesia, bahkan untuk memproduksinya secara komersial, sepanjang kita tidak mengekspor produk tersebut ke negara di mana invensi itu dipatenkan; dan demikian pula sebaliknya terhadap invensi-invensi yang hanya dipatenkan di Indonesia. Memahami bahwa esensi dan luasnya perlindungan paten merupakan sesuatu yang substansial, maka scope of claims sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan paten itu sendiri dalam dunia industri. Dari segi teknologi, penafsiran yang terlalu luas terhadap klaim akan menyebabkan setiap perbaikan atau penyempurnaan terhadap penemuan yang dipatenkan dianggap sebagai pelanggaran, sebaliknya apabila terlalu sempit akan bermunculan teknologi yang mirip-mirip dan sangat mempersempit hak monopoli pemilik paten. Dari segi ekonomi, sempit atau luasnya perlindungan akan menimbulkan persaingan, baik pada saat aplikasi maupun pada saat pelaksanaan paten di pasar industri. Demikian juga klaim merupakan substansi yang dapat memicu terjadinya sengketa, antara para penemu dengan penemuan yang mirip, yang terdahulu maupun yang kemudian, juga antara berbagai negara yang mengadakan transaksi paten. Dengan demikian, inti ruang lingkup perlindungan paten tidak sama antara berbagai negara, ada yang didasarkan pada kata-kata dalam klaim dan ada pula yang berdasarkan makna/intisarinya. Jadi perlu dikaji mengenai esensi perlindungan paten, penentuan batas-batasnya dihubungkan dengan technological interest dan economic interest, serta akibat luasnya perlindungan tersebut. Paten dari sudut pandang kepentingan teknologi, melibatkan berbagai kepentingan yakni dari teknologinya sendiri dan fungsinya, cara kerja, novel atau tidak, applicable atau tidak dan bagaimana improvementnya. Di Jepang untuk mengkualifikasi suatu teknologi dapat dipatenkan atau tidak; dikenal tes Way, Result and Function. Di Amerika juga dikenal discovery system untuk mengecek semua teknologi terdahulu yang pernah dipatenkan. Di Indonesia juga telah dimulai penelusuran paten melalui web-site, dan sedang dipelajari kemungkinan sistem online aplikasi paten diterapkan. Dari segi ekonomi, menyangkut berbagai kepentingan khususnya cakupan luasnya monopoli pada saat pemasaran produk, lisensi, persaingan dan sebagainya. Di samping kepentingan antara individu (penemu) dan pihak lain yang bertransaksi, kepentingan nasional dan masyarakat umum patut dipertimbangkan. Setelah mengkaji esensi dan batas perlindungan paten, secara filosofis perlu pula untuk mengkaji penyelesaian hukum atas terjadinya sengketa paten yang mungkin timbul antara para pihak, yang dalam penelitian ini dikaji penyelesaian sengketa melalui litigasi. Selain itu perlu dikaji secara mendalam bahwa dengan adanya paten akan mendorong pengembangan teknologi di Indonesia.yang antara lain meliputi penguasaan teknologi dan usaha untuk menciptakan penemuan. Perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual bertujuan salah satunya untuk memberikan perlindungan atas hak paten dan untuk mendukung serta memberikan penghargaan atas buah kreativitas dan karya inovatif dari inventor paten. Perlindungan ini diberikan agar tumbuh inovasi-inovasi baru baik di bidang perindustrian maupun invensi produk atau proses teknologi. Adanya perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual juga menjadi suatu aset yang bernilai karena memberikan hak-hak keekonomian yang besar. Adanya hak kekayaan intelektual ini bahkan dapat menjadi suatu katalis bagi partumbuhan perekonomian suatu negara. Oleh karena sifatnya yang universal, perlindungan hak kekayaan intelektual haruslah didukung dan diakui oleh negara-negara di dunia. Secara institusional, tugas terhadap perlindungan hukum atas suatu paten hingga saat ini terletak pada Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual, yaitu menyelenggarakan dan memberikan perlindungan hukum dan melaksanakan administrasi baik untuk hak paten, hak cipta, hak merek, desain industri, dan desain tata letak sirkuit terpadu. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual semula disebut Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek) dibentuk pada tahun 1998. Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat, berasal dari dunia industri dan perdagangan, serta institusi yang bergerak di bidang penelitian dan pengembangan. Direktorat Jendral HaKI merupakan institusi yang relatif masih muda/baru, oleh sebab itu, dapat dimaklumi seandainya dalam pelaksanaan tugasnya, masih dijumpai berbagai macam kendala. HaKI telah menjadi salah satu isu penting dalam praktek pergaulan internasional yang selalu diperhatikan oleh kalangan negara-negara maju di dalam melakukan hubungan perdagangan dan hubungan ekonomi lainnya. Hal ini mengandung pengertian, bahwa di negara maju HaKI telah menjadi bagian keseharian masyarakatnya, sehingga perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di negara tersebut selalu berorientasi untuk mendapatkan perlindungan atas HaKI. Banyaknya HaKI yang dihasilkan menjadikan pertumbuhan industri nasional di negara tersebut cukup tinggi dan aspek perdagangan menjadi bgian utama. Keunggulan dalam aspek perdagangan dapat dimilki oleh negara maju, karena salah satu diantaranya ditentukan oleh keunggulan komparatif berupa kemampuan ilmu pegetahuan dan teknologi yang sangat berkaitan dengan bidang kekayaan intelektual. Dapat dikatakan di sini, bahwa kekayaan intelektual merupakan salah satu bagian yang sangat strategis bagi suatu negara dalam mengkokohkan kehidupan ekonomi pada era perdagangan internasional dengan melalui ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimilikinya. Era globalisasi yang sangat identik dengan free market, free competition dan transportation memberikan dampak yang cukup besar terhadap perlindungan HaKi. Dalam kaitannya dengan negara Amerika Serikat, saat ini status Indonesia masih tetap sebagai negara dengan status ’Priority Watch List’, sehingga dapat memperlemah negosiasi antar pihak yang bersangkutan. Situasi seperti ini memberikan tantangan kepada Indonesia, di mana Indonesia harus berusaha untuk memberikan perlindungan yang memadai atas Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI), sehingga dapat tercipta suatu persaingan yang sehat untuk dapat memberikan kepercayaan kepada investor asing dalam menanamkan modalnya di Indonesia.   BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 4.1. Kesimpulan Invensi adalah ide dari inventor yang dituangkan kedalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan terhadap suatu produk ataupun proses (UU Paten Pasal 1 angka 2). Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 mendefinisikan Paten sebagai hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk slama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Suatu invensi dapat dipatentkan bila memenuhi persyaratan substantive sebagai berikut: (1) Baru/Kebaharuan (Novelty), (2) Mengandung Langkah Inventif, dan (3) Dapat Diterapkan Secara Industri. Suatu invensi tidak dapat dipatenkan bila: (1) Pengumuman, penggunaan ataupun pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, ketertiban umum, atau kesusilaan; misalnya invensi yang kegunaannya secara spesifik adalah untuk memakai narkoba; (2) Berupa metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan/atau pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan/atau hewan; misalnya metode operasi caesar, metode chemotherapy; (3) Teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika; sehingga rumus matematika sehebat apapun tidak bisa dipatenkan oleh siapapun; semua makhluk hidup, kecuali jasad renik; serta proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan, kecuali proses non-biologis atau proses mikrobiologis. Kegunaan dari Invensi yang Memperoleh Paten (Dipatenkan) dapat mencakup pemberian hak ekslusif kepada pemegang paten dalam melakukan: pembuatan paten, penggunaan paten, penjualan paten, pengimporan paten, penyewaan paten, penyerahan paten dan penyediaan paten untuk di serahkan produk yang diberi paten. Jangka waktu berlakunya paten di Indonesia ditetapkan sebagai berikut: (1) Paten diberikan untuk jangka waktu selama 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak Tanggal Penerimaan dan jangka waktu itu tidak dapat diperpanjang. (Pasal 8 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001) (2) Tanggal mulai dan berakhirnya jangka waktu Paten dicatat dan diumumkan. (Pasal 8 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001) (3) Untuk Paten”Paten Sederhana diberikan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak Tanggal Penerimaan dan jangka waktu itu tidak dapat diperpanjang. (Pasal 9 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001) Dalam upaya memberikan perlindungan hukum terhadap suatu paten, Indonesia melalui Pasal 16, 17 dan Pasal 19 mengatur mengenai perlindungan terhadap suatu, yang mennyatakan: (1) Pemegang paten khusus untuk melaksanakan paten yang dimilikinya dan melarang orang lain yang tanpa izin atau persetujuannya membuat, menjual, memakai, menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang telah diberi paten tersebut, (2) Paten di Indonesia dapat mencegah pembuatan invensi paten itu di negara lain, dan (3) Paten di Indonesia melarang impor dan penjualan produk dari luar negeri. 4.2. Rekomendasi Adanya Undang-Undang Tentang Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI), kiranya perlu adanya pemehaman mengenai HaKI bagi masyarakat umum, khususnya bagi aparat penegak hukum, sehingga apa yang ingin dicapai oleh undang-undang tersebut dapat terwujud. Di era global yang dibarengi dengan era digital atau cyber, sebaiknya Direktorat Jendral Paten harus menggunakan database online system yang berkaitan dengan pengajuan paten, persetujuan paten, dan permassalahan transaksi lainnya, sehingga proses pelaksanaan paten di Indonesia dapat berjalan lebih baik khususnya dalam memberikan perlindungan hukum atas suatu paten. Sejalan dengan perkembangan kehidupan yang berlangsung cepat, yang dibarengi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang sangat mempengaruhi perindustrian dan perekonomian suatu negara, kiranya perlu adanya dorongan dalam memberikan perlindungan hukum yang semakin tegas dan semakin efektif terhadap HaKI, dalam hal ini adalah perlindungan terhadap paten.   DAFTAR PUSTAKA Buku/Artikel Ahmad Ramli, Perlindungan Rahasia Dagang dalam UU No. 30/2000 dan Perbandingannya dengan Beberapa Negara, Bandung: Mandar Maju, 2001. Djumhana Muhammad, dan R Djubaedillah, Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta: Citra Aditya Abadi, 1997. Elly Erawaty, A.F., Sistem dan Mekanisme Perdagangan Internasional”, Majalah Hukum Pro Justitia Tahun XII No. 4 Oktober 1994 Fakultas Hukum Universitas Parahyangan (Unpar), Bandung. Gunawan Wijaya, Lisensi: Seri Hukum Bisnis, Raja Grafindo Persada Jakarta, 2001 Hadi Wurya dan Zudan Arif Fahrulloh, Hukum Ekonomi Buku I, Surabaya: Penerbit Karya Abdi Tama, 1999. Kamil Idris, Kerja Sama dengan World Intellectual Inrernational Organization, Penemuan Masa Depan, Pengantar Bagi Usaha Kecil dan Menengah, Journal of Intellectual Property for Business Series 3, 2008. Marsetyo Donoseputro. Pendidikan, IPTEK dan Pembangunan, Gramedia, Jakarta, 1984 Purwaningsih, Endang, Penerapan Wordwide Novelty dan Function-Way-Result Test Pada Paten, Kajian Putusan Nomor 075 PK/Pdt.Sus/2009 Jurnal YUDISIAL Komisi Yudisial RI Vol.V. No.1 April 2012. Purwaningsih, Endang. 2005. Paten sebagai Konstruksi Hukum Perlindungan Invensi dalam Bidang Teknologi dan Industri. Jurnal Pro Justitia. UNPAR. R Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta. S. Atalin, Antisipasi Hukum Terhadap Perjanjian Bantuan Teknik (Alih Teknologi, Majalah Era Hukum Universitas Tarumanagara Jakarta Nomor 11/Th3/2007. Suradimadja, Sofyan, Penggunaan Paten dan Merek dalam Alih Teknologi, Makalah Alih Teknologi-LIPI Jakarta 19-20 Nopember 1979. World Intellectual Interrnational Organization, Penemuan Masa Depan, Pengantar Bagi Usaha Kecil dan Menengah, Journal of Intellectual Property for Business Series 3, 2008 Undang-Undang Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 Tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Website Istilah Paten, www.http://HKI.co.id.

1 komentar:

  1. The Best Casino Site | Lucky Club
    Find the best casino site that is the safest place to luckyclub play at Lucky Club. Our team of experts has been operating the site since 2006. Lucky ‎Free · ‎Login

    BalasHapus